Just another free Blogger theme

SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI PENGURUS RANTING NU DESA MERGASANA KECAMATAN KERTANEGARA KABUPATEN PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH KODE POS 53358 - TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

Minggu, 22 Januari 2023

Agama Islam selalu meletakkan niat pada awal peribadatan, karena nilai sebuah amal itu tergantung pada niatnya, Karena itu ketika kita melaksanakan ibadah sholat wajib diawali dengan niat, mau puasa diawali niat, zakat , umrah, haji juga diawali dengan niat, Jadi amal perbuatan yang menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT (ibadah) pada umumnya diperlukan dengan adanya niat yang ikhlas.

Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ£َعْÙ…َالُ بِالنِّÙŠَّØ©ِ ÙˆَØ¥ِÙ†َّÙ…َا Ù„ِÙƒُÙ„ِّ امْرِئٍ Ù…َا Ù†َÙˆَÙ‰

Artinya: “Sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya. (HR Bukhari dan Muslim).


Sumber gambar: www.google.com

Lalu bagaimana proses dan arti niat itu sendiri?


Menurut Fathurrahman dalam bukunya “Hadits Nabawai” berasal dari bahasa Arab yang berati satu tujuan merealisasi tujuan. Istilah lain disebut dengan Qashad, Qashad ini terletak dalam hati seseorang dalam proses pertumbuhanya untuk merealisasikan perbuatan  itu melalui 6 fase ( tahapan) diantaranya:


1.  Fase pertama disebut al hajis (goresan hati)

2. Fase kedua, al hajis itu bergerak merangsang hati untuk melaksanakan suatu perbuatan yang disebut dengan al khatir (rangsangan hati)

3. Fase ketiga, al khatir lalu bergerak memantulkan dan membisikan hati pada jiwa untuk melakukan atau tidak melakukan, hal ini yang disebut dengan hadiitsun nafsi (suara hati/suara jiwa)

4. Fase keempat, bila hadiitsun nafsi memutuskan untuk mengerjakan suatu perbuatan, maka inilah yang disebut al hamm (himmah atau cita hati)

5. Fase kelima, Cita hati itu dimantapkan menjadi hasrat yang kuat untuk mewujudkan suatu perbuatan, yang kemudian disebut fase al ‘azm (hasrat yang kuat)

6.  Fase keenam, Jika al ‘azm itu diwujudkan dalam bentuk awal perbuatan, maka fase inilah yang menurut syariat Islam disebut dengan NIAT.


Jika qashad manusia yang enam fase (tahap) ini masih sebatas fase pertama, kedua atau ketiga, maka dia belum tentu dikenai dosa ataupun pahala, karena belum merupakan perbuatan/ tindakan dan belum juga disebut dengan niat.


Agama Islam mensyari’atkan niat untuk membedakan amal perbuatan yang semata-mata berdasarkan adat kebiasaan dengan amal perbuatan ibadat, dan untuk membedakan martabat dan ketentuan ibadat, oleh karena itu kita perlu memperhatiakan fungsi dari niat.


Adapun fungsi niat dapat disebutkan sebagai berikut:

1.  Sebagai pembeda antara amal ibadat dan amal adat

Salah satu contoh, mandi menurut adat kebiasaan yang berlaku hampir seluruh manusia adalah membersihkan seluruh anggota badan. Tetapi jika mandi itu dibarengi dengan niat untuk menghilangkan hadats besar, beralihlah fungsinya dari perbuatan kebiasaan menjadi perbuatan ibadat.


2.  Sebgai pembeda martabat dan ketentuan ibadat satu sama lain

Untuk membedakan martabat-martabat dan ketentuan-ketentuan ibadat antara ibadat satu dengan yang lainya niat memegang peranan penting sekali.

Seseorang yang menjalankan sholat dua raka’at  misalnya, karena niatmya pulalah, maka sholat itu dapat dibedakan antara sholat wajib misalnya sholat subuh dengan sholat tahiyyatul masjid atau sholat sunnah lainya.


3.    Sebagai neraca pengesahan amal perbuatan

Salah satu tindakan amal perbuatan dapat diukur dengan ada tidaknya niat yang menyertainya. Dengan kata lain amal itu dianggap tidak ada jika tidak ada niatnya, atau dengan kata lain dengan niat itulah maka suatu amal perbuatan baru sah dianggap sebagai amal perbuatan

 

Maka dari keterangan di atas jelaslah bahwa, masalah niat yang benar bagi kita tidak bisa diabaikan begitu saja, karena niat segala amal perbuatan justru tergantung pada niatnya.