Terpetik dalam riwayat
desa Mergasana awal abad 19, diarah tenggara order distrik Karanganyar ada suatu wilayah yang
dihuni masyarakat manusia termasuk masyarakat hukum, yang berbatasan
dengan sebelah barat penatusan Kaliori, sebelah Timur
desa Karangsari order distrik Karangmoncol, dan
disebelah selatan desa Sidareja kecamatan Kaligondang, itulah desa
Mergasana.
Pada saat itu dipimpin oleh seorang BEKEL Surawecana dan CONGGOK Asanmurawi. Kemungkinan kata BEKEL itu sepadan dengan LURAH, dan kata CONGGOK itu sepadan dengan BAU, buktinya ini berlaku pada masyarakat yang dipimpin oleh lurah Surawecana, dan Bau Asanmurawi. Data ini mengambil dari peta desa tahun 1906 untuk ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Menurut cerita masyarakat desa Mergasana waktu itu belum semangat
beragama. Alhamdulillah pada tahun 1912 dalam pemerintahan penjajahan
Belanda, dengan pertolongan Allah dan Ridhonya ada seorang ulama dari Kuningan
Jawa Barat berkunjung dan berdakwah Islam yaitu KH. Zaenal Arifin
bersama putra – putrinya yaitu:
1. KH. Abu Bakar.
2. KH. Iskhak.
3. KH. Dasuki.
4. KH. Sarbini.
5. KH. Suchemi.
6. Nyai Siti Maryam.
7. Nyai Armalah.
8. Nyai Syarifah.
9. Nyai Fatimah, dan
10. Nyai Nafisyah.
Lurah pada waktu itu
tergugah dan terbuka mata hatinya untuk memikirkan kemajuan Islam di Mergasana,
supaya ada yang mengajar tetap lajunya Islam di Mergasana, maka berinisiatif
purti sulungnya yang bernama Mursini dinikahkan dengan KH. Abu Bakar pada
tahun 1913, dan KH. Sarbini
diambil mantu juga oleh Lurah Kertanegara dan menetap juga di Kertanegara.
Langkah begitu itu juga dijalani atau dialami oleh perjuangan para
Wali Songo. Seperti Raden Rahmat atau Sunan Ampel dipersunting puteri Raja
Brawijaya. Begitu juga Sunan Gunung Jati
juga mempersunting Puteri Raja Pajajaran Prabu Siliwangi, dan masih banyak lagi
contoh lainya.
Kedua mempelai dua sejoli itu rupanya mendapat kecocokan Visi dan
Misi, maka di tahun 1916 setelah tiga tahun hidup bersama mertua, maka dipisah
rumah untuk belajar mandiri dan melanjutkan perjuanganya yaitu, “Izul Islam Wal Muslimin”.
Beliu mendirikan
rumah di Grumbul Kebanaran yang sekarang wilayah RT 11 RW 03 desa Mergasana Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Menurut cerita beliau adalah orang
yang suka silaturrahmi dari pintu ke pintu, maka langkah pertama cara dakwah beliau yaitu memakai cara “Endong Sistem” (Kunjungan Silaturrahmi) itu berjalan selama kurang lebih 4 tahun.
Pada tahun 1920 atas dukungan Lurah dan Masyarakat maka beliau merintis membangun
Pondok Pesantren yang berlokasi dikomplek Mushola Baitur Rahman RT 11 RW 03, konon cerita santri pertamanya antara lain:
1. Kyai. Rouf dari Kaliputih
2. KH. Ansor dari Condong
3. KH. Abdurrahman Lurah Batur Picung
4. Mbah Kyai Cheran Babakan Purbalingga
Perjuangan
beliau dibantu oleh adik iparnya yang bernama Kyai. Chalil, berati mantu
Lurah pada waktu itu ada dua orang yang dari tokoh agama yaitu KH. Abu Bakar
dan Kyai. Chalil.
Alhamdulillah
pada saat itu, mulai ramai putra-putra orang kaya, dan orang ekonomi lemah pun
pada mesantren. Putra-putra orang kaya
seperti : KH. Chambali – Achmad
Suharjo – Madsuchemi – dan Madmuchtar, mesantren mualai dari
Karangsari Purwokerto sampai Cibulak Cirebon.
Tidak
ketinggalan dari putra –putra dari orang yang berekonomi lemah tapi ada animo ingin bisa
ngaji (Belajar Ngaji) pada berangkat mesantren seperti : Almarchum Bachri, Alm Kudasi, Alm
Yasroni, Alm Madyasir, dan Alm Madsalimi, mereka mesantren dari pesantren
Karangsari, Petuguran sampai Cibulak sambil mencari dana sendiri.
Santri-santri
yang belajar di Cirebon mulai ada yang mukim, maka jadi incaran beliau KH. Abu
Bakar. Maka sekitar tahun 1926 putrinya yang sulung yang bernama Rochmah dinikahkan dengan santri
Cirebon yang bernama KH. Chambali.
Bersama masyarakat dan santri di tahun 1933 membangun masjid semi permanen dengan Brunjung dan Mekutha Tembaga, sampai sekarang Mekutha dan Mimbarnya sebagai saksi bisu. Perjuangan jalan terus, pelan tapi pasti, sehingga Islam kelihatan berkembang di Mergasana, Beliau meninggal dunia pada tahu 1963, dengan meninggalkan putra wayah (Anak, cucu). Semoga Putra Wayahnya bisa meneruskan perjuangan Embahnya. Amiinn ... Sekian. Terimakasih.
Sejarawan: Ky. Amin Muchtadi
Editor: Lutfi Royandi
Fail sejarah ringkas almaghfurlah KH. Abu Bakar Sidiq yang bisa didownload:
👇
https://drive.google.com/uc?export=download&id=10GgPR4u0D0wG9r6D4Q3px216mKZPUmRc